Cerita Rakyat: SYEKH MAULANA SYOFI
SYEKH MAULANA SYOFI
Cerita
Rakyat dari Nagari Pasia Talang Kabupaten
Solok Selatan
Diceritakan
kembali oleh: Muhammad Ratmil
Tersebutlah kisah di sebuah tepi Sungai di Pasia Talang, Alam Sungai Pagu,
Solok Selatan. Negeri itu berudara sejuk dengan tanah yang subur dan indah.
Masyarakatnya suka bergotong-royong.
Di sana ada sebuah bangunan kecil serupa surau. Surau itu sudah sangat tua.
Dinding dan lantainya terbuat dari papan. Namun sudah lapuk dan tak akan bisa
digunakan lagi dalam waktu yang lama.

Karena keadaan surau yang sudah lapuk itu, masyarakat berpikir untuk
membangunnya kembali. Suatu hari masyarakat melakukan musyawarah. Mereka
sepakat untuk memperbesar bangunan surau dengan niat untuk menjadikan mesjid di
kampung itu.
Masyarakat akan membangunnya secara bergotong-royong. Mereka akan
membangunnya dengan 59 buah tonggak penyanggah, sebagai simbol sejarah awal
kedatangan nenek moyang mereka datang ke Alam Surambi Sungai Pagu yang disebut
juga dengan “kurang aso anam puluah” (kurang satu dari 60). Maka dibagilah
tanggung jawab ke-59 tonggak dibagi pada masing-masing kaum. Satu kaum
bertanggungjawab untuk mengadakan satu tonggak. Tonggak-tonggak dibuat dari
batang pohon besar dan kuat yang ada di hutan.
Sementara itu Maulana Syofi mendapat tugas untuk membawa satu buah tonggak
kayu. Ini dilakukan untuk mewakili tanggung jawab kaumnya. Sebab kaumnya tidak
sebanyak jumlah kaum lain di negeri itu. Sementara laki-laki lain dari kaumnya
sudah berumur tua yang tak kuat lagi bekerja keras. Banyak anak-anak muda di
kaumnya yang merantau. Selebihnya adalah kaum ibu. Jadi hanya Maulana Syofi
saja laki-laki muda yang masih kuat.
Maulana Syofi merasa bingung. Tak ada yang bisa membantunya menebang pohon
besar di hutan dan mengangkatnya ke kampung. Sementara kaum lain sibuk pula
dengan tonggak tanggung jawabnya. Sebagai muslim yang taat Maulana Syofi tak
berputus asa. Pertolongan Allah itu dekat, pikirnya.
Maka Maula Syofi berdoa pada Allah meminta pertolongan. Hanya Allah yang
akan menolongnya. Hanya Allah tempat ia menggantung hidup dan matinya.
Maulana Syofi tidak tahu apa ia akan berhasil atau tidak. Ia hanya percaya
bahwa Allah akan menolongnya. Lantas Maulana Syofi mengasah kapak
setajam-tajamnya. Ia membawa semua peralatan seperti tali, parang, dan lain
sebagainya. Tak lupa membawa perbekalan untuk menebang pohon di hutan. Mungkin
ini akan memakan waktu sehari penuh.
Setelah semua lengkap, berangkatlah Maula Syofi ke hutan. Sampai di tengah
hutan, ia lihat pohon menjulang tinggi. Batangnya besar-besar. Sebesar badan
kerbau, kira-kira.
Ia memilih satu di antara banyak pohon besar di sana. Ia mengeluarkan
kapak, lalu mulai mengayunkannya. Namun tiba-tiba ia seperti mendengar suara jeritan.
Ia mendengar pohon itu menjerit. Sontak Maulana Syofi menghentikan ayunan
tangannya. Ia lihat sekeliling. Tak ada apa-apa selain pepohonan dan suara
kicau burung. Mata kapak tak jadi memakan badan pohon.
Maulana seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia coba
lagi mengayunkan kapak.
“Aaaaaaa....”
Ia mendengar lagi jeritan itu. Ia lihat lagi sekeliling. Tak ada
tanda-tanda ada manusia maupun hewan lain. Ia tatap pohon itu dari akar sampai
ke atas pucuk perlahan-lahan. Ia merasakan pohon itu sedang menyampaikan
sesuatu padanya. Ia merasakan ketakutan dan kesedihan pohon itu melihat kapak
di tangannya. Maulana Syofi merasakan kesedihan dalam dadanya.
Ia merasa tidak tega menyakiti pohon itu dengan kapak dan menebangnya.
Lantas ia mengurung niatnya menebang pohon. Maulan Syofi menyandang kapaknya
kembali dan melangkah menjauh dari pohon tadi. Kembali ke perkampungan.
Tibalah pada hari pemasangan tonggak. Satu persatu perwakilan kaum datang
membawa batang pohon yang sudah ditebang. Lalu meletakkannya di mesjid.
Sebagian lain memangkas dahan-dahan dan ranting-ranting yanga ada. Sebagian
lain memotong-motong bagian pohon agar bulat rata dan bersih.
Maulana belum juga menyerahkan kayu tonggak mesjid. Awalnya orang-orang
menunggu dengan tenang. Sudah hampir sore, tapi Maulana Syofi belum juga
muncul. Orang-orang mulai kesal. Orang-orang beranggapan bahwa ia tak akan
mampu membawa kayu tonggak. Sebab kepandaiannya hanya mengaji di surau.
Karena tidak sabar akhirnya masyarakat menemui Maulana dan bertanya.
“Kenapa belum juga menyerahkan tonggak untuk mesjid? Padahal kita sudah
akan menegakkan tonggak mesjid itu.”
“Setiap saya akan menebang kayu, saya merasa tidak tega pada kayu itu,”
jawab Maulana Syofi.
“Hahaha.”
“Hahaha,” orang-orang tertawa terbahak-bahak atas jawaban Maulana Syofi.
Maulana Syofi tetap tenang.
“Tapi janji tetaplah janji. Aku akan memenuhi janji membuat tonggak untuk
mesjid kita,” kata Maulana Syofi.
Maka, Maulana Syofi berjalan menuju lokasi mesjid. Orang-orang mengikutinya
sambil bertanya-tanya dalam hati dan ada pula yang mengejeknya dengan cara
berbisik-bisik.
Sesampai di mesjid yang dilakukan Maulana adalah mengumpulkan semua
potongan kayu yang terbuang di sekitar pembangunan mesjid. Meledaklah tawa
masyarakat dengan nada mengejek.
“Ha...ha...ha....”
“Gila!”
Tapi Maulana tidak mempedulikan ejekan masyarakat. Maulana terus
mengumpulkan potongan kayu, lalu menyusunnya hingga panjang menyerupai sebuah
tonggak. Maulana mengambil sehelai kain putih panjang. Kemudian kayu tadi ia
bungkus dengan kain basahan.
Maulana Syofi kemudian mengambil air wudhu. Lalu melakukan solat dua rakaat
dan berdoa kepada Allah. Dengan khusuk ia memohon penuh harap. Orang-orang
terdiam memperhatikannya. Mereka yang sedang bekerja pun berhenti bekerja.
Suasana menjadi hening.
Setelah solat dan berdoa Maulana Syofi berdiri dan menghampiri potongan
kayu tadi.
“Bismillahirrahma nirrahim,” ucap Maulana Syofi.
Ia raih kain putih penutup kayu, lalu membukanya perlahan-lahan.
Orang-orang menahan nafas, penasaran apa yang akan terjadi.
Setelah dibuka, dengan rahmat Allah, potongan kayu yang disusun tadi
menyatu menjadi tonggak yang kokoh. Semua orang yang berada di mesjid
tercengang seakan tak percaya. Orang-orang yang tadi mengejek Maulana Syofi
tertunduk malu. Kemudian mereka menghampiri Maulana Syofi dan meminta maaf atas
ejekannya.
Terdengar tepuk tangan yang meriah. Semua orang merasa kagum dan gembira
dengan apa yang baru saja terjadi.
Maka lengkaplah tongga mesjid menjadi 59. Tonggak yang diserahkan Maulana Syofi diletakkan di salah satu
tonggak penyangga Mesjid.
Semenjak kejadian itu ia menjadi orang yang dihormati dan disegani oleh
masyarakat. Atas kesalehan dan keramahnya Maulana Syofi kemudian ditunjuk
sebagai Imam besar di Mesjid Kurang Aso 60, sore dia mengajar mengaji anak-anak
dan malam hari para pemuda dan orang tua banyak belajar ilmu agama dan tasawuf.
Pada suatu hari ada kisah bahwa waktu itu hari Jum’at, pada pagi harinya Sykh Maulana Sofi pergi ke
tukang pangkas untuk potong rambut, merapikan kumis dan merapikan jenggot di
Balai Jum’at di Pasir Talang. Beliau duduk pada bangku kayu yang disediakan.
Tukang cukur mempersiapkan peralatan cukur untuk memulai pekerjaannya.
Dengan hati-hati tukang cukur memulai
pekerjaanya merapihkan rambut langganannya. Syekh Maulana Sofi duduk dengan
tenang. Matanya terlelap. Selagi tukang cukur asyik bekerja, tiba-tiba saja
Syekh Maulana Sofi kaget dan terbangun dari duduknya, tukang cukurpun terkejut,
apakah dia melakukan kesalahan sehingga Sekh Maulana Sofi berdiri dari duduknya
dengan tiba-tiba.
“Tunggu sebentar,” kata Syekh Maulana, “saya ada
keperluan penting !, Nanti saja kita lanjutkan mencukurnya”.
Tukang cukur bengong. Padahal baru separoh rambut syekh
terpotong. Ulama itu dengan cepat berdiri tegak dari bangku. Beliau berjalan
dengan tergesa-gesa. Tukang cukur hanya termangu dan tak mampu berbuat apa-apa.
Begitu tergesanya hingga beliau lupa memakai sorban. Terlihat dengan jelas
bahwa baru rambut sebelah kanan yang sudah dipotong sedangkan yang sebelah kiri
masih panjang seperti sediakala. Dengan cukuran rambut sebelah itulah Syekh
Maulana meninggalkan tukang cukur. Tak lama kemudian Syekh Maulana menghilang
dari penglihatan tukang cukur yang terpana melihat kejadian yang baru dia alami
bersama Syekh Maulana Sofi.
Beberapa jam kemudaian, ucapana salam dari Sykeh
Maulana Sofi: “Asslamu’alaikum warahmatullah, maaf saya tadi pergi mendadak”
Ucapan salam tiba-tiba dari Maulana Sofi, membuat tukang potong rambut bulu
badannya merinding. Dia datang berpenampilan persis seperti waktu dia pergi,
rambutnya baru dipotong sebelah.
“Waalaikumussalam Warahmatullah babaraktuh”
Jawab tukang potong rambut terkejut dan masih penuh keheranan. Syekh Maulana
Sofi duduk kembali dan duduk pada bangku yang sama untuk melanjut cukurannya
yang terbengkalai. Wajah beliau kini terlihat tenang dan bersih. Tukang cukur
sulit untuk memendam rasa heran dalam hatinya sambil memulai kembali melanjutkan
pekerjaannya mencukur rambut Syekh Maulana yang bagian kiri.
“Kelihatannya tadi Angku Syekh tergesa-gesa
sekali,” kata tukang cukur memulai pembicaraannya untuk mencari tau apa
sebenarnya yang terjadi pada diri beliau.
“Ada keperluan apa Angku?, Kenapa tiba-tiba saja
Angku pergi, sedangkan belum selesai dicukur?”, pertanyaan tukang cukur untuk
mendapat jawaban yang pasti.
“waktu saya tertidur sambil potong rambut tadi,
saya melihat ada kebakaran dekat Masjidil Haram di Makkah. Itu sebabnya saya
pergi dengan segera.” Jawab Syekh Maulana dengan tenang memulai menceritakan
pengalaman beliau yang singkat dan diluar kemampuan manusia biasa untuk
melaksanakan yang baru beliau lakukan tersebut.
“Jadi …. Sebentar tadi Angku pergi ke Mekkah ?”
tanya tukang cukur makin heran. “Ya. Saya berusaha membantu memadamkan api
tersebut. Agar jangan sampai Masjidil Haram ikut terbakar.”
Mendengar jawaban tersebut, tukang cukur hanya
terdiam. Bagaimana mungkin dalam waktu dua jam beliau pulang pergi ke Mekkah
untuk membantu memadamkan api yang sedang menyala mengancam terbakarnya
Masjidil Haram. Padahal jarak antara Alam Surambi Sungai Pagu dengan Masjidil
Haram ribuan kilometer.
Sepeninggal Syekh Maulana, tukang cukur
menceritakan hal yang dia alami tadi kepada seorang pelanggan yang bercukur
setelah Syekh Maulana. Pelanggan itu hanya tertawa mendengar hal itu.
“Mana mungkin orang bolak – balik ke Mekkah
dalam waktu dua jam, Itu pastilah cerita dan angan-angan orang tua itu saja.
Pak” Komentar pelanggan tersebut.
“Beliau tak mungkin berbohong” tegas tukang cukur.
“Ha…,
begini saja,” Kata Sutan tadi memulai selidiknya. “Pada musim haji ini kan ada
orang Nagari kita yang ikut Menunaikan Ibadah Haji ke Mekkah, dua bulan lagi
rombongan tersebut akan sampai di sini. Kita Tanya saja mereka apakah benar ada
kebakaran di dekat Masjidil Haram.”
Dua bulan kemudian rombongan haji yang
ditunggu-tunggu sampai di kampung. Mereka menyambut dengan meriah. Masyarakat
bersyukur atas keselamatan keluarga mereka dalam perjalanan pergi dan pulang
dari Mekkah untuk menunaikan Ibadah Haji sebagai Rukun Islam yang ke lima.
Beberapa hari setelah rombongan tersebut sampai,
masyarakat bergerombolan datang ke rumah salah seorang jemaah haji dari nagari
itu. Salah seorang dari masyarakat memulai menanyakan pengalaman-pengalaman
beliau dalam perjalanan ke Mekkah yang baru lalu. Dan ada pula yang menayakan
kesehatan dan keamanan dalam perjalanan. Tiba-tiba berbicara seorang dari
mereka dengan lantang bertanya.
“Angku Haji, apa pengalaman yang paling berkesan
dalam perjalanan Angku Haji saat menunaikan Ibadah Haji ini ?” kata si Sutan
memancing untuk memulai pertanyaannya.
“Pengalaman yang paling mengesankan adalah
ketika saya menyaksikan kebakaran di dekat Masjidil Haram, kebakaran sangat
hebat, sehingga kain penutup Ka’bah yang disebut Kiswah itu ikut pula terbakar.
Orang banyak menjadi panik dan berusaha memadamkana api itu dengana air
zam-zam. Saya melihat sesorang dari tamu Allah itu wajahny mirip sekali Syekh
Maulana Sofi, dia mengarahkan sebelah tangannya ke arah api seakan akan ada air
keluar dari tangannya itu, tak lama kemudian api tersebut padam”
“Apakah angku memperhatikan orang yang
memadamkan api tersebut?” Tanya si Sutan, tambah penasaran.
“Ya. Saya melihatnya seperti wajah Syekh Maulana
Sofi, tapi tidak mungkin banyak orang berwajah mirip. Apalagi setahu saya Buya
itu tidak pergi haji tahun ini” Jawabnya
“Apalagi
saya lihat kepalanya lucu…saya melihat rambut di kepalanya sebelah kanan
pendek, seperti baru saja dicukur, sedangkan yang sebelah lagi masih utuh.”
lanjutnya.
Mendengar cerita Angku Haji yang baru pulang ini, barulah si Sutan dan
kawan-kawan tadi percaya dan yakin apa yang dialami oleh Angku Syekh Maulana
Sofi. “Beliau memang orang yang sakti,” komentar mereka sambil pulang ke rumah
masing-masing dengan membawa sedikit buah kurma dan segelas air zam-zam
pertanda orang baru pulang dari Naik Haji.
Demikianlah salah satu versi cerita rakyat yang
ada di Pasia Talang, Alam Surambi Sungai Pagu, Solok Selatan yang diperoleh
dari berbagai nara sumber seperti: Pak Pian, Bundo Kanduang, dan beberapa orang
tokoh masyarakat Pasia Talang lainnya.
Ada
beberapa nilai karakter yang patut kita jadikan nilai teladan dari kisah ini
seperti antara lain: (1). Bahwa Islam itu mengajarkan kebaikan, jangankan
kepada sesama manusia kepada tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak dibenarkan
menyakitinya sembarangan. Ternyata tumbuh-tumbuhan, hewan memiliki nyawa dan
merasa sakit bila disakiti, maka kita tidak dibolehkan menebang, atau membunuh
sembarangan keuali yang sudah dibolehkan dan ada adab dan tata tertip dan
aturannya dalam islam. (2). Allah memberikan kelebihan kepada sesorang yang
dikehendakinya, pada umumnya orang-orang shaleh dan tinggi ilmunya.
Komentar
Posting Komentar