Cerita Rakyat: SYEKH MAULANA SYOFI

SYEKH MAULANA SYOFI
Cerita Rakyat dari Nagari Pasia Talang Kabupaten Solok Selatan
Diceritakan kembali oleh: Muhammad Ratmil


Tersebutlah kisah di sebuah tepi Sungai di Pasia Talang, Alam Sungai Pagu, Solok Selatan. Negeri itu berudara sejuk dengan tanah yang subur dan indah. Masyarakatnya suka bergotong-royong.
Di sana ada sebuah bangunan kecil serupa surau. Surau itu sudah sangat tua. Dinding dan lantainya terbuat dari papan. Namun sudah lapuk dan tak akan bisa digunakan lagi dalam waktu yang lama.
C:\Users\asus\Documents\2015_09_01\IMG_0002.jpgDi dekat surau tinggal seorang pemuda bernama Maulana Syofi. Perawakannya tinggi. Jenggotnya tampak merah. Ia kerap mengenakan jubah putih. Bagi masyarakat di sekitar, Maulana Syofi hanyalah orang biasa seperti kebanyakan. Ia dikenal sebagai orang yang jujur dan ramah. Di surau itu ia mengajar beberapa orang anak-anak mengaji dan ilmu agama.













Karena keadaan surau yang sudah lapuk itu, masyarakat berpikir untuk membangunnya kembali. Suatu hari masyarakat melakukan musyawarah. Mereka sepakat untuk memperbesar bangunan surau dengan niat untuk menjadikan mesjid di kampung itu.
Masyarakat akan membangunnya secara bergotong-royong. Mereka akan membangunnya dengan 59 buah tonggak penyanggah, sebagai simbol sejarah awal kedatangan nenek moyang mereka datang ke Alam Surambi Sungai Pagu yang disebut juga dengan “kurang aso anam puluah” (kurang satu dari 60). Maka dibagilah tanggung jawab ke-59 tonggak dibagi pada masing-masing kaum. Satu kaum bertanggungjawab untuk mengadakan satu tonggak. Tonggak-tonggak dibuat dari batang pohon besar dan kuat yang ada di hutan.
Sementara itu Maulana Syofi mendapat tugas untuk membawa satu buah tonggak kayu. Ini dilakukan untuk mewakili tanggung jawab kaumnya. Sebab kaumnya tidak sebanyak jumlah kaum lain di negeri itu. Sementara laki-laki lain dari kaumnya sudah berumur tua yang tak kuat lagi bekerja keras. Banyak anak-anak muda di kaumnya yang merantau. Selebihnya adalah kaum ibu. Jadi hanya Maulana Syofi saja laki-laki muda yang masih kuat.
Maulana Syofi merasa bingung. Tak ada yang bisa membantunya menebang pohon besar di hutan dan mengangkatnya ke kampung. Sementara kaum lain sibuk pula dengan tonggak tanggung jawabnya. Sebagai muslim yang taat Maulana Syofi tak berputus asa. Pertolongan Allah itu dekat, pikirnya.
Maka Maula Syofi berdoa pada Allah meminta pertolongan. Hanya Allah yang akan menolongnya. Hanya Allah tempat ia menggantung hidup dan matinya.
Maulana Syofi tidak tahu apa ia akan berhasil atau tidak. Ia hanya percaya bahwa Allah akan menolongnya. Lantas Maulana Syofi mengasah kapak setajam-tajamnya. Ia membawa semua peralatan seperti tali, parang, dan lain sebagainya. Tak lupa membawa perbekalan untuk menebang pohon di hutan. Mungkin ini akan memakan waktu sehari penuh.
Setelah semua lengkap, berangkatlah Maula Syofi ke hutan. Sampai di tengah hutan, ia lihat pohon menjulang tinggi. Batangnya besar-besar. Sebesar badan kerbau, kira-kira.
Ia memilih satu di antara banyak pohon besar di sana. Ia mengeluarkan kapak, lalu mulai mengayunkannya. Namun tiba-tiba ia seperti mendengar suara jeritan. Ia mendengar pohon itu menjerit. Sontak Maulana Syofi menghentikan ayunan tangannya. Ia lihat sekeliling. Tak ada apa-apa selain pepohonan dan suara kicau burung. Mata kapak tak jadi memakan badan pohon.
Maulana seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia coba lagi mengayunkan kapak.
“Aaaaaaa....”
Ia mendengar lagi jeritan itu. Ia lihat lagi sekeliling. Tak ada tanda-tanda ada manusia maupun hewan lain. Ia tatap pohon itu dari akar sampai ke atas pucuk perlahan-lahan. Ia merasakan pohon itu sedang menyampaikan sesuatu padanya. Ia merasakan ketakutan dan kesedihan pohon itu melihat kapak di tangannya. Maulana Syofi merasakan kesedihan dalam dadanya.
Ia merasa tidak tega menyakiti pohon itu dengan kapak dan menebangnya. Lantas ia mengurung niatnya menebang pohon. Maulan Syofi menyandang kapaknya kembali dan melangkah menjauh dari pohon tadi. Kembali ke perkampungan.
Tibalah pada hari pemasangan tonggak. Satu persatu perwakilan kaum datang membawa batang pohon yang sudah ditebang. Lalu meletakkannya di mesjid. Sebagian lain memangkas dahan-dahan dan ranting-ranting yanga ada. Sebagian lain memotong-motong bagian pohon agar bulat rata dan bersih.
Maulana belum juga menyerahkan kayu tonggak mesjid. Awalnya orang-orang menunggu dengan tenang. Sudah hampir sore, tapi Maulana Syofi belum juga muncul. Orang-orang mulai kesal. Orang-orang beranggapan bahwa ia tak akan mampu membawa kayu tonggak. Sebab kepandaiannya hanya mengaji di surau.
Karena tidak sabar akhirnya masyarakat menemui Maulana dan bertanya.
“Kenapa belum juga menyerahkan tonggak untuk mesjid? Padahal kita sudah akan menegakkan tonggak mesjid itu.”
“Setiap saya akan menebang kayu, saya merasa tidak tega pada kayu itu,” jawab Maulana Syofi.
“Hahaha.”
“Hahaha,” orang-orang tertawa terbahak-bahak atas jawaban Maulana Syofi.
Maulana Syofi tetap tenang.
“Tapi janji tetaplah janji. Aku akan memenuhi janji membuat tonggak untuk mesjid kita,” kata Maulana Syofi.
Maka, Maulana Syofi berjalan menuju lokasi mesjid. Orang-orang mengikutinya sambil bertanya-tanya dalam hati dan ada pula yang mengejeknya dengan cara berbisik-bisik.
Sesampai di mesjid yang dilakukan Maulana adalah mengumpulkan semua potongan kayu yang terbuang di sekitar pembangunan mesjid. Meledaklah tawa masyarakat dengan nada mengejek.
“Ha...ha...ha....”
“Gila!”
Tapi Maulana tidak mempedulikan ejekan masyarakat. Maulana terus mengumpulkan potongan kayu, lalu menyusunnya hingga panjang menyerupai sebuah tonggak. Maulana mengambil sehelai kain putih panjang. Kemudian kayu tadi ia bungkus dengan kain basahan.
Maulana Syofi kemudian mengambil air wudhu. Lalu melakukan solat dua rakaat dan berdoa kepada Allah. Dengan khusuk ia memohon penuh harap. Orang-orang terdiam memperhatikannya. Mereka yang sedang bekerja pun berhenti bekerja.
Suasana menjadi hening.
Setelah solat dan berdoa Maulana Syofi berdiri dan menghampiri potongan kayu tadi.
“Bismillahirrahma nirrahim,” ucap Maulana Syofi.
Ia raih kain putih penutup kayu, lalu membukanya perlahan-lahan. Orang-orang menahan nafas, penasaran apa yang akan terjadi.
Setelah dibuka, dengan rahmat Allah, potongan kayu yang disusun tadi menyatu menjadi tonggak yang kokoh. Semua orang yang berada di mesjid tercengang seakan tak percaya. Orang-orang yang tadi mengejek Maulana Syofi tertunduk malu. Kemudian mereka menghampiri Maulana Syofi dan meminta maaf atas ejekannya.
Terdengar tepuk tangan yang meriah. Semua orang merasa kagum dan gembira dengan apa yang baru saja terjadi.
Maka lengkaplah tongga mesjid menjadi 59. Tonggak yang diserahkan  Maulana Syofi diletakkan di salah satu tonggak penyangga Mesjid.
Semenjak kejadian itu ia menjadi orang yang dihormati dan disegani oleh masyarakat. Atas kesalehan dan keramahnya Maulana Syofi kemudian ditunjuk sebagai Imam besar di Mesjid Kurang Aso 60, sore dia mengajar mengaji anak-anak dan malam hari para pemuda dan orang tua banyak belajar ilmu agama dan tasawuf.
Pada suatu hari ada kisah bahwa waktu itu hari Jum’at, pada pagi harinya Sykh Maulana Sofi pergi ke tukang pangkas untuk potong rambut, merapikan kumis dan merapikan jenggot di Balai Jum’at di Pasir Talang. Beliau duduk pada bangku kayu yang disediakan. Tukang cukur mempersiapkan peralatan cukur untuk memulai pekerjaannya.
Dengan hati-hati tukang cukur memulai pekerjaanya merapihkan rambut langganannya. Syekh Maulana Sofi duduk dengan tenang. Matanya terlelap. Selagi tukang cukur asyik bekerja, tiba-tiba saja Syekh Maulana Sofi kaget dan terbangun dari duduknya, tukang cukurpun terkejut, apakah dia melakukan kesalahan sehingga Sekh Maulana Sofi berdiri dari duduknya dengan tiba-tiba.

“Tunggu sebentar,” kata Syekh Maulana, “saya ada keperluan penting !, Nanti saja kita lanjutkan mencukurnya”.

 Tukang cukur bengong. Padahal baru separoh rambut syekh terpotong. Ulama itu dengan cepat berdiri tegak dari bangku. Beliau berjalan dengan tergesa-gesa. Tukang cukur hanya termangu dan tak mampu berbuat apa-apa. Begitu tergesanya hingga beliau lupa memakai sorban. Terlihat dengan jelas bahwa baru rambut sebelah kanan yang sudah dipotong sedangkan yang sebelah kiri masih panjang seperti sediakala. Dengan cukuran rambut sebelah itulah Syekh Maulana meninggalkan tukang cukur. Tak lama kemudian Syekh Maulana menghilang dari penglihatan tukang cukur yang terpana melihat kejadian yang baru dia alami bersama  Syekh Maulana Sofi.
Beberapa jam kemudaian, ucapana salam dari Sykeh Maulana Sofi: “Asslamu’alaikum warahmatullah, maaf saya tadi pergi mendadak” Ucapan salam tiba-tiba dari Maulana Sofi, membuat tukang potong rambut bulu badannya merinding. Dia datang berpenampilan persis seperti waktu dia pergi, rambutnya baru dipotong sebelah.
“Waalaikumussalam Warahmatullah babaraktuh” Jawab tukang potong rambut terkejut dan masih penuh keheranan. Syekh Maulana Sofi duduk kembali dan duduk pada bangku yang sama untuk melanjut cukurannya yang terbengkalai. Wajah beliau kini terlihat tenang dan bersih. Tukang cukur sulit untuk memendam rasa heran dalam hatinya sambil memulai kembali melanjutkan pekerjaannya mencukur rambut Syekh Maulana yang bagian kiri.
“Kelihatannya tadi Angku Syekh tergesa-gesa sekali,” kata tukang cukur memulai pembicaraannya untuk mencari tau apa sebenarnya yang terjadi pada diri beliau.
“Ada keperluan apa Angku?, Kenapa tiba-tiba saja Angku pergi, sedangkan belum selesai dicukur?”, pertanyaan tukang cukur untuk mendapat jawaban yang pasti.
“waktu saya tertidur sambil potong rambut tadi, saya melihat ada kebakaran dekat Masjidil Haram di Makkah. Itu sebabnya saya pergi dengan segera.” Jawab Syekh Maulana dengan tenang memulai menceritakan pengalaman beliau yang singkat dan diluar kemampuan manusia biasa untuk melaksanakan yang baru beliau lakukan tersebut.
“Jadi …. Sebentar tadi Angku pergi ke Mekkah ?” tanya tukang cukur makin heran. “Ya. Saya berusaha membantu memadamkan api tersebut. Agar jangan sampai Masjidil Haram ikut terbakar.”
Mendengar jawaban tersebut, tukang cukur hanya terdiam. Bagaimana mungkin dalam waktu dua jam beliau pulang pergi ke Mekkah untuk membantu memadamkan api yang sedang menyala mengancam terbakarnya Masjidil Haram. Padahal jarak antara Alam Surambi Sungai Pagu dengan Masjidil Haram ribuan kilometer.
Sepeninggal Syekh Maulana, tukang cukur menceritakan hal yang dia alami tadi kepada seorang pelanggan yang bercukur setelah Syekh Maulana. Pelanggan itu hanya tertawa mendengar hal itu.
“Mana mungkin orang bolak – balik ke Mekkah dalam waktu dua jam, Itu pastilah cerita dan angan-angan orang tua itu saja. Pak” Komentar pelanggan tersebut.
 “Beliau tak mungkin berbohong”  tegas tukang cukur.
 “Ha…, begini saja,” Kata Sutan tadi memulai selidiknya. “Pada musim haji ini kan ada orang Nagari kita yang ikut Menunaikan Ibadah Haji ke Mekkah, dua bulan lagi rombongan tersebut akan sampai di sini. Kita Tanya saja mereka apakah benar ada kebakaran di dekat Masjidil Haram.”
Dua bulan kemudian rombongan haji yang ditunggu-tunggu sampai di kampung. Mereka menyambut dengan meriah. Masyarakat bersyukur atas keselamatan keluarga mereka dalam perjalanan pergi dan pulang dari Mekkah untuk menunaikan Ibadah Haji sebagai Rukun Islam yang ke lima.

Beberapa hari setelah rombongan tersebut sampai, masyarakat bergerombolan datang ke rumah salah seorang jemaah haji dari nagari itu. Salah seorang dari masyarakat memulai menanyakan pengalaman-pengalaman beliau dalam perjalanan ke Mekkah yang baru lalu. Dan ada pula yang menayakan kesehatan dan keamanan dalam perjalanan. Tiba-tiba berbicara seorang dari mereka dengan lantang bertanya.
“Angku Haji, apa pengalaman yang paling berkesan dalam perjalanan Angku Haji saat menunaikan Ibadah Haji ini ?” kata si Sutan memancing untuk memulai pertanyaannya.
“Pengalaman yang paling mengesankan adalah ketika saya menyaksikan kebakaran di dekat Masjidil Haram, kebakaran sangat hebat, sehingga kain penutup Ka’bah yang disebut Kiswah itu ikut pula terbakar. Orang banyak menjadi panik dan berusaha memadamkana api itu dengana air zam-zam. Saya melihat sesorang dari tamu Allah itu wajahny mirip sekali Syekh Maulana Sofi, dia mengarahkan sebelah tangannya ke arah api seakan akan ada air keluar dari tangannya itu, tak lama kemudian api tersebut padam”
“Apakah angku memperhatikan orang yang memadamkan api tersebut?” Tanya si Sutan, tambah penasaran.
“Ya. Saya melihatnya seperti wajah Syekh Maulana Sofi, tapi tidak mungkin banyak orang berwajah mirip. Apalagi setahu saya Buya itu tidak pergi haji tahun ini” Jawabnya
 “Apalagi saya lihat kepalanya lucu…saya melihat rambut di kepalanya sebelah kanan pendek, seperti baru saja dicukur, sedangkan yang sebelah lagi masih utuh.” lanjutnya.
Mendengar cerita  Angku Haji yang baru pulang ini, barulah si Sutan dan kawan-kawan tadi percaya dan yakin apa yang dialami oleh Angku Syekh Maulana Sofi. “Beliau memang orang yang sakti,” komentar mereka sambil pulang ke rumah masing-masing dengan membawa sedikit buah kurma dan segelas air zam-zam pertanda orang baru pulang dari Naik Haji.
Demikianlah salah satu versi cerita rakyat yang ada di Pasia Talang, Alam Surambi Sungai Pagu, Solok Selatan yang diperoleh dari berbagai nara sumber seperti: Pak Pian, Bundo Kanduang, dan beberapa orang tokoh masyarakat Pasia Talang lainnya.

 Ada beberapa nilai karakter yang patut kita jadikan nilai teladan dari kisah ini seperti antara lain: (1). Bahwa Islam itu mengajarkan kebaikan, jangankan kepada sesama manusia kepada tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak dibenarkan menyakitinya sembarangan. Ternyata tumbuh-tumbuhan, hewan memiliki nyawa dan merasa sakit bila disakiti, maka kita tidak dibolehkan menebang, atau membunuh sembarangan keuali yang sudah dibolehkan dan ada adab dan tata tertip dan aturannya dalam islam. (2). Allah memberikan kelebihan kepada sesorang yang dikehendakinya, pada umumnya orang-orang shaleh dan tinggi ilmunya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STRATA USAHA KESEHATAN SEKOLAH (UKS) SMA/SMK/MA

“INYIAK BALIAU” BUYA LUBUAK LANDUA