PERSIAPAN KEBERANGKATAN HAJI/UMRAH
-->
PERSIAPAN KEBERANGKATAN HAJI/UMRAH
A. Persiapan
Mental Spritual
Disamping
memahami arti dan maksud apa yang dibaca dan apa hakekat yang dilakukan dalam
beribadah, pendekatan lain secara ilmiah untuk menciptakan kekhusukan dalam
beribadah adalah melakukan
pendekatan gelombang alpha. Secara analog bagaikan gelombang radio, kita
akan mengakses ”stasiun” Ka’bah yang siarannya sudah disiapkan Allah SWT dan
terus memancar sepanjang zaman.
Penyamaan gelombang itulah yang harus kita set
frekwensinya dengan pancaran siaran melalui ”hati” kita yang memiliki banyak
gelombang itu. Frekwensi yang kita akses itu adalah frekwensi alpha. Penyamaan gelombang itulah yang harus
kita set frekwensinya dengan pancaran siaran melalui hati kita yang memiliki
banyak gelombang itu. Frekwensi yang kita akses itu adalah frekwensi
alpha. Caranya antara lain dengan menurunkan gelombang otak kita yang
melibatkan seluruh panca indra sampai ke titik alpa dengan mengatur sumber
penentu yaitu HATI yakni menyesuaikan
ke inginan hati dengan keinginan Allah yaitu : ikhlas, nyaman, tenang, santai, istirahat, puas, segar, dan bahagia. sehingga mengeluarkan hormon endhorphine dan serotonim.
Berangkat haji adalah apa-apa yang telah di ingatkan
oleh Allah dalam bacaan talbiah yang meliputi tauhid, syukur, sabar dan
tawakal.
a. Tauhid
Melaksanakan umrah atau haji bukan dengan tujuan
menyambah batu, gu nung, pilar atau bukit safa dan marwah, atau mengimani
adanya kekuatan ben da-benda suci tersebut karena ini semua jadi dosa besar,
akan tetapi mutlak untuk menghamba pada Allah SWT yang memerintahkan untuk
melaksanakan prosesi rukun Islam yang kelima ini. Makrifat pada Allah dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1).
Kita lihat dengan mantap dalam perasaaan bahwa segala gerak dan di am, ucapan
maupun bukan ucapan se mua itu adalah dari pada Allah SWT, hamba tidak memiliki
perbuatan.
2).
Kita pandang dengan penuh perasaan dan jiwa serta keyakinan yang mantap bahwa
tidak ada yang berke hendak, tidak ada yang bekuasa, tidak ada yang tahu tak
ada yang hidup, melihat, men dengar dan berkata-kata kecuali Allah; kita ini
hanyalah bayangan saja.
3).
Dengan suatu kepastian bahwa tidak ada yang maujud ini kecuali Allah SWT,
fanakan segala yang ada ini termasuk diri kita sendiri dan yang fana itu
sendiri kita fanakan, bukan kita yang memfa nakan tetapi yang memfanakan itu
adalah Allah SWT.
b. Syukur
Bersyukur atas segala nikmat, kita termasuk salah seorang
yang diberi rezki memenuhi panggilanNya ke Baitul lah.
c. Sabar terhadap segala keadaan apakah kesukaran maupun
kesenangan yang diterima dari apa yang telah diusahakan dan diikhtiarkan.
Hakekat sabar adalah: ”mengembalikan sesuatu itu kepada Allah SWT yakni dengan
konsep Innalilla hi wainna ilaihi raji’un”. Rumus ini juga agaknya sehingga
Rasulul lullah ketika dianiaya malah mendo’akan kebaikan kepada orang tersebut.
d. Bersungguh menyambut panggilan Allah SWT, tidak separoh
hati atau tidak asal-asalan.
e. Menjadi Tamu yang Baik:
1. Hati tenang, riang dan wajah berseri-seri; tanda suka
cita
2. Taat dengan aturan Si Pemilik Bait, yakni menjaga adab
bertamu.
3. Banyak Berkomunikasi dengan Si Pemilik Bait (zikir, do’a
dan baca Qur’an)
4.
Konsep 1/0 = tak berhingga
Caranya:à Pandang dengan hakekat & Ma’rifat
Laa
|
Ilaha
|
illa
|
Allah
|
Tidak
ada
|
Maujud
|
Kecuali
(bilhaq)
|
Hanya
Allah
Semata
|
Hayyun
|
|||
Sami’un
|
|||
Bashirun
|
|||
Qalamun
|
|||
Qadirun
|
|||
Mutakalimun
|
|||
Muridun
|
|||
Qudrat
|
|||
Iradat
|
|||
Laa
|
Haula wala quwwata
|
Illa bi
|
Llah
|
5. Tidak Berlebihan memaknai ”mukji zat” di Mesjidil Haram
dan Baitullah maupun tanah haram, maksudnya jangan sampai ada cerita yang
berlebihan, penambahan atau pun pengurangan dari kejadian yang sebenarnya.
Sikap yang lebih baik adalah diam dari pada mengatakan sesuatu kejadian kepada
orang lain.
6. Selalu berhati-hati agar Si Pemilik Rumah jangan sampai
tersinggung karena polah tingkah laku kita, seperti terlalu kagum pada
kecantikan dan keelokan atau kegagahan orang yang kita jumpai, kerena yang
pemilik Kecantikan itu adalah si Pemilik Bait.
1. Nasihat Imam
al Ghazali
Imam Al Ghazali menasihatkan sebelum berangkat haji lakukanlah:
1).Taubatan Nasuha kepada Allah, memperbanyak zikir
dan mohon dibimbing oleh Allah SWT. Sering-seringlah
membaca Istighfar atau Syaidul
Istighfar.
2). Uang Halal untuk segala keperluan
ibadah Haji
3). Tidak berlebihan dalam membawa
bekal
4). Meninggalkan Rafats, Fusuq,
Jidal:
a. Rafats
Rafats adalah perkataan yang mengarah kepada porna dan
atau senda gurau porno dan perkataan yang menyinggung perasaan orang lain.
b. Fusuk
Fusuk, adalah perbuatan yang mengarah kepada ke fasikan
seperti sirik atau mendekati kepada perbuatan sirik.
c. Jidal
Jidal adalah perkataan atau perbuatan sejenis dengan
pertengkaran, berdahutan kata-kata atau tindakan fisik berupa perkelahian.
5). Makin tinggi perjuangannya
makin afdhal amalannya
6). Berpenampilanlah sederhana
7). Tinggalkan sifat Pemarah, mudah
tersinggung, dendam
dan lalai
8). Berkasih sayang, suka membantu dan suka berbagi
sesama
9). Usahakan tetap berqurban di tanah air
10). Ciri-ciri orang yg akan dibimbing
menjadi Haji yang Mabrur:
- Meninggalkan maksiat
- Selalu berteman dengan orang-orang
saleh
- Tidak suka berhura-hura
- Gemar berzikir dan Shalat Malam
11).
Berbuat baik kepada Ibu Bapak/Mertua dan orang lain
12).
Lepaskan buhul (dosa pada orang, amanah,
janji dan
hutang/piutang)
13). Berdo'a
agar diberi hidayah dan dibimbing dalam me
laksanakan ibadah haji
2. Nasihat
Ulama Salaf
Ada ulama tasauf yang menyarankan sebelum berangkat haji
: Bersihkan diri zahir dan bathin dengan mandi tobat dan Zikir pembersih hati
terlebih dahulu cara Mandi: - Hidupkan
sifat Maknawi Air dangan membaca passwordnya yaitu ”Bismillahi Allahu Akbar”
dalam hati, kemu dian berniat membuang hadas besar dan kecil, najis besar dan
najis kecil, - bayangkan kita sedang mandi dalam telaga al kausar, - sapu semua
lubang pada tubuh dengan kedua kelingking, sapu dan bersihkan seluruh tubuh
dimulai dengan kanan, menghadap qiblat dan baca Istighfar setiap menyiram
anggota. Niatnya : ”Sengaja aku mandi untuk tobat membesihkan dosa pada segalian diri aku,
karena Allah Ta’ala”.
Setelah itu dilanjutkan dengan Shalat Sunat Tobat 2
rakaat, caranya ayat I Al Kafirun dan ayat II Al Ikhlas. Niatnya ”Sengaja
aku shalat sunat karena tobat atas segala dosa zahir dan bathin, Lillahi
Ta’ala”. Selesai Shalat dilanjutkan dengan banyak-banyak muhasabah
sambil membaca istighfar dilafazkan dengan jahar.
Kemudian lanjutkan dengan membaca/ mengamalkan zikir
pembersih hati sebagai berikut, bacalah:
*Bismillahi Allahu Akbar 21.000 X
setelah
selesai lanjutkan dengan :
*Lailahaillallahulmalikul
haqqul mubin19.000X
(kosongkan hati dari
segala sesuatu dan isilah hati tersebut dengan kebenaran semata yaitu Allah
SWT).
Setelah selesai lanjutkan
dengan :
*Muhamadarasululluahul wasadiqul wa’dul amin 17.000 X
(isi hati dengan sifat-sifat utama Rasulullah
yakni menepati janji, jujur dan amanah) setelah selesai lanjutkan dengan :
*
Tawakaltu ’alallah, Lahaula wala Quw wata Illa Billahil
’aliyyil’azhim 17.000 X
3. Nasihat
Zainal Abidin cucu Fatimah r.a
Zainal Abidin menasihati muridnya Syekh Ashibli sebagai
berikut:
Guru,
”Apakah kamu telah berniat yang kuat untuk menunaikan ibadah haji?”
Murid, ”Ya, saya telah berniat untuk menunaikan
haji”
Guru, ”disamping
berniat menunaikan ibadah haji, apakah kamu juga mempunyai niat untuk
menanggalkan segala perkara yang bertentangan dengan semangat haji yang telah
kamu lakukan sejak lahir?”
Murid, ”Tidak,
saya tidak berniat seperti itu”
Guru, ”Kalau
demikain kamu tidak memiliki niat untuk haji. Ketika kamu ihram apakah kamu
menanggalkan pakaian mu?”
Murid, ”Ya
saya menggalkannya”
Guru, ”Apakah
waktu itu kamu berjanji untuk menanggalkan segala sesuatu dari dirimu selain
dari pada Allah?”.
Murid, ”Tiak,
saya tidak melakukannya”
Guru, ”Kalau
demikian kamu tidak menanggalkan pakainmu. Apakah kamu membersihkan dirimu
dengan mandi dan beruduk?”
Murid, ”Ya,
saya membersihkan diri dengan mandi dan wudhu”
Guru, “ Ketika
itu, apakah diri kamu juga suci dari segala dosa dan kesalahan?”
Murid, “Tidak,
hal itu saya tidak bisa menjawab”
Guru, ”Kalau
demikian kamu tidak menyucikan dirimu. Apakah kamu mengucapkan Labaika Allahuma
Labbaik...?
Murid, ”ya
saya mengucapkan Labbaik”
Guru, ”Apakah
ketika mengucapkan ”Labbaik” itu
kamu mendengar Allah menjawabnya?
Murid, ”Tidak,
saya tidak mendengakan jawaban apa-apa”
Guru, ”Kalau
begitu jenis Labaik apa yang kamu ucapkan?!”
Apakah kamu memasuki tanah haram yang suci?”
Murid, ”Ya,
saya memasukinya?”
Guru, ”Apakah
ketika itu kamu berjanji untuk meninggalkan yang haram untuk selama-lamanya?”
Murid, ”Tidak,
saya tidak melakukakannya”
Guru, ”Kalau
begitu kamu belum memasuki tanah haram sedikitpun. Apakah kamu menziarahi
Makkah?”
Murid, ”Ya,
saya menziarahinya”
Guru, ”Kalau
memang kami menziarahinya, apakah kamu melihat akhirat?”
Murid, ”Tidak,
saya tidak melihat sesuatupun dari akhirat”
Guru, ”Kalau
demikian kamu tidak menziarai Makkah. Apakah kamu memasuku Mesjidil Haram yang
suci itu?”
Murid, ”Ya,
saya memasukinya”
Guru, ”Apakah
kamu merasakan pertemuan dengan Allah ketika memasukinya?”
Murid, ”Ya,
saya hadir”
Guru, ”Apakah
kamu melihat Zat Yang Wujud itu sehingga karenaNya Ka’bah diziarahi?”
Murid, ”Tidak,
saya tidak melihat apa-apa”
Guru, ”Kalau
begitu kamu tidak melihat Ka’bah. Apakah kamu melakukan raml (berjalan agak
cepat) pada waktu melakukan tawaf di sekeliling Ka’bah?”
Murid, ”Ya”
Guru, ”Apakah
pada waktu itu kamu merasakan keadaan bahwa kamu benar-benar keluar dari dunia
ini?”
Murid, ”Tidak”
Guru, ”Kalau
demikian kamu tidak melakukan raml. Apakah kamu meletakkan tanganmu ke hajar
aswad dan menciumnya?”
Murid, ”Ya,
saya melakukannya”
Mendengar jawaban dari muridnya, Syekh Syibli menjadi
pucat dan takut sekali, sehingga beliau meneriakkan suatu jeritan dan berkata,
Celakalah kamu. Rasulullah bersabda: “Barang siapa meletakkan tangannya ke
hajar aswad, maka seumpama ia benar-benar
berjabat tangan dengan Allah, ia akan selamat dari segalanya” Kemudian
guru bertanya: “Apakah kamu merasakan segala keselamatan pada dirimu?”
Murid, ”Tidak, saya
tidak merasakan apa-apa”
Guru, ”Kalau
demikian kamu tidak menyentuh Hajarul Aswad. Apakah kamu shalat sunat 2 rakaat
di Maqam Ibrahim?”
Murid, ”Ya,
saya melakukannya”
Guru, ”Pada
saat itu kamu ditempatkan oleh Allah pada kedudukan yang tinggi, apakah kamu
menjalankan sesuatu yang bersangkutan dengan kedudukan yang tinggi itu, dan
sesuatu yang menyebabkan kamu berdiri disana?”
Murid, ”Tidak,
saya tidak melakukan sesuatu”
Guru, ”Kalau
begitu kamu tidak melakukan shalat di Maqam Ibrahim. Apakah kamu melakukan Sa’i
antara Shafa dan Marwa dan apakah kamu mendaki Shafa?”
Murid, ”Ya,
saya melakukannya”
Guru, ”Apa
yang kamu lakukan di sana?”
Murid, ”Saya
mengucapkan takbir 3 x dan berdoa kepada Allah agar haji saya diterimaNya”
Guru, ”Apakah
kamu merasakan/mendengarkan juga, bahwa malaikatpun mengucapkan takbir
bersamamu, dan apakah kamu mengetahui pengertian takbirmu itu?”
Murid, ”Tidak,
saya tidak mengetahuinya”
Guru, ”Kalau
demikian, sebenarnya kamu tidak mengucapkan takbir. Apakah kamu turun dari
bukit Shafa?”
Murid, ”Ya”
Guru, ”Ketika
kamu turun, apakah kamu merasakan bahwa segala kemaksiatan dan segala kelemahan
terbuang darimu, sebaliknya kejernihan jiwa mamasuki dirimu?”
Murid, ”Tidak”
Guru, ”Kalau
demikian kamu tidak mendaki dan
menuruni bukit Shafa. Apakah kamu berlari dari Shafa ke Marwa?”
Murid, ”Ya”
Guru, ”Ketika
itu apakah kamu merasakan bahwa kamu berlari menjauhkan dirimu dari
segala-galanya kecuali Allah sehingga kamu sampai kepadaNya? (QS Asyura :”dan
aku berlari dariMu apabila aku takut kepadaMu”. Dalam ayat lain:”maka
berlarilah menuju Allah”.
Murid, ”Tidak”
Guru, ”Kalau
begitu kamu tidak berlari, apakah kamu mendadki bukit Marwa?”
Murid, ”Ya.”
Guru, ”Ketika
di Marwa, apakah kamu memperoleh ketangan jiwa yang besar juga perasaan aman
yang turun kepadamu?”.
Murid, ”Tidak,
saya tidak merasakannya”
Guru, ”Kalau
demikian, kamu tidak mendaki bukit Marwa. Ceritakanlah kepadaku, apakah kamu meneruskan
perjalananmu ke Mina?”
Murid, ”Ya,
saya meneruskannya”
Guru, ”Ketika
kamu berada di mina, apakah kamu berharap kepada Allah bahwa kamu tidak akan
melakukannya kemaksiatan lagi?”
Murid, ”Tidak”
Guru, ”Kalau
begitu kamu tidak ke Mina, Apakah kamu mengujungi Mesjid Al Khaif?”
Murid, ”Ya,
saya mengunjunginya”
Guru, ”Ketika
berada di sana, apakah kamu merasakan benar-benar takut kepada Allah yang belum
pernah kamu rasakan sebelumnya?”
Murid, ”Tidak”
Guru, ”Kalau
begitu kamu tidak masuk ke Mesjid Al Khaif, Apakah sampai kamu ke Padang
Arafah?”
Murid, ”Ya,
saya sampai ke Padang Arafah”
Guru, “Ketika
kamu berada di Madang Arafah, apakah kamu mengetahui sebab-sebab kedatanganmu
ke sana, apakah yang kamu lakukan
di sana?, kemanakah kamu akan pergi estela ini?, dan apakah kamu mengetahui
segala sesuatu yang menunjukkan hal ini?”
Murid, “Tidak”
Guru, “Kalau
demikian kamu tidak hadar di arafah, apakah kamu mengunjungi Muzdalifah?”
Murid, “Ya,
saya mengunjunginya”
Guru, “Apakah
kamu mengingat Allah di sana, sehingga ketika kamu menyebut dan mengingat
Allah, maka segala sesuatu kamu lupakan?” Firmal Allah “dan ingatlah lepada
Allah di Masy’aril Haram (musdalifah)”
Murid, “Tidak”
Guru, “Kalau
demikian kamu tidak sampai ke Muzdalifah, Apakah kamu menyembelih hewan Qurban
di Mina”
Murid, “Ya,
saya melakukannya”
Guru, “Apakah
kamu mengorbankan dirimu sendiri?”
Murid, “Tidak”
Guru, “Kalau
begitu kamu tidak melakukan Qurban. Apalaj kamu merasa bahwa dirimu telah
menguburkan segala kejahilan serta merasakan bahwa pengetahuanmu bertambah?”
Murid, ”tidak”
Guru, ”Apakah
kamu merasakan peningkatan kerohanian pada waktu itu dan merasakan turunnya
penghormatan dan kemuliaan dari Allah atas dirimu?, karena Rasulullah saw telah
bersabda: ”barang siapa melakukan haji dan umrah, maka ia menjadi tamu Allah,
dan apabila seseorang betamu ke rumah orang lain, maka ia mempunyai hak untuk dimuliakan.”
Murid, ”Tidak
saya tidak merasakan apa-apa”
Guru, ”Kalau
demikian sebenarnya kamu tidak melakukan thawaf dan ziarah. Apakah setelah itu
kamu menangglkan pakaian ihram dari badanmu?”
Murid, ”Ya,
saya menanggalkannya.”
Guru, ”Apakah
ketika itu kamu berjanji dengan sungguh-sungguh untuk mencari nafkah yang halal
sepanjang masa?”
Murid, ”Tidak.”
Guru, ”Kalau
demikian kamu belum menjadi halal
walaupun kamu telah menanggalkan pakaian ihrammu. Apalah kamu melakukan tawaf
wada’?”
Murid, ”Ya
saya melakukannya.”
Guru, ”Apakah
ketika itu kamu mengucapkan selamat tinggal pada dirimu dan hawa nafsumu?”
Murid, ”Tidak
saya tidak melakukannya.”
Guru, ”Kalau
begitu kamu tidak melakukan tawaf wada’”. Kemudian guru berkata: ”Kembalilah
kamu dan lakukanlah haji sebagaimana yang telah aku terangkan kepadamu.”
(dikutip dari buku: Keutamaan ibadah haji oleh
Muhamad Zakariya Al Khandhalawi Rah.a.)
(bersambung)
(bersambung)
Wah artikelnya sangat bermanfaat kita jadi tau tentang Persiapan Keberangkatan Haji Umrah.
BalasHapusAgar lebih tau lgai mampir ke Hasanah Tour & Travel
Semoga berkah